Romantika Dua Saudara-05
Setelah membuka pintu kami pun masuk ke kamar dan Bang Atin langsung
mengunci pintu. Sambil berjalan ke arah ranjang kulihat Bang Atin
langsung menaggalkan sarungnya, dan terpacaklah kitangnya yang besar
itu. Rupanya kitangnya kembali besar seperti saat dia mengobatiku tadi.
Kemudian dilepasnya singletnya, sementara itu aku terus naik ranjang
dan segera berbaring. Aku siap untuk menerima pengobatan lagi oleh Bang
Atin. Bang Atin segera menaiki ranjang dan langsung merangkak ke
atasku. Kitangnya yang besar tadi benar-benar mencanak dan mengarah ke
selangkanganku.
Segera dia melepaskan lilitan handukku dan dia mulai membuka
kancing-kancing bajuku. Nafasku kembali sesak dan rasa cemas kembali
menghantui. Sambil menolong membukakan bajuku kurasakan tubuh bagian
bawahku sudah ditindihnya. Kitangnya sudah terjepit selangkanganku.
Bulu romaku pun berdiri merasakan kegelian akibat sentuhan-sentuhan
Bang Atin itu. Sekarang aku berada dalam dekapan eratnya. Dia
membisikkan kata-kata bahwa dia sangat senang dapat mengobatiku dan
katanya dia ingin terus melakukannya selama tiga hari ini. Sambil
mendekap erat tubuhku, bibirnya mulai melumat-lumat bibirku yang
membuatku merasa sesak.
Kemudian lidahnya menyapu lembut pipi dan leherku dan terus ke arah
telingaku dan menjolok-jolok lubang telingaku yang membuatku
menggelinjang hebat. Pinggulnya pun digerak-gerakkan sehingga kitangnya
yang terasa hangat itu menggesek-gesek milikku. Perasaan tubuhku saat
itu dilanda kegelian yang sangat. Setelah puas memainkan bibir dan
lidahnya di wajah dan telingaku, kemudian dia beralih ke payudaraku.
Puting kiri dan kananku jadi bulan-bulanan Bang Atin. Kadang-kadang
dihisapnya kuat-kuat kadang-kala diremas-remasnya. Semua perlakuan Bang
Atin terhadap itup (puting)ku itu membuatku menggelinjang dan menahan
rasa gatal yang amat sangat.
Aku merasa epotku telah basah karena rangsangan tadi, namun Bang Atin
masih belum puas menyonyot payudaraku. Dia masih sibuk meremas dan
memilin-milin. Aku rasanya tak sanggup lagi menahan dan ingin segera
agar kitang Bang Atin kembali mengobati epotku. Aku mendesis-desis dan
akhirnya aku beranikan diri berkata kepada Bang Atin yang selama ini
aku hanya diam saja.
"Bang, Munah tidak tahan. Munah ingin diobati lagi," pintaku padanya.
"Oh iyya, tentu Munah," jawabnya segera dan dia langsung mendongakkan kepalanya dan tersenyum kepadaku.
Selanjutnya kembali dia mendekapku sangat erat sepertinya terasa
lengket tubuh kami. Saat itulah dia membisikkan kepadaku: "Munah, aku
mencintaimu!"
Suatu kata yang sangat asing bagiku. Aku tidak mengerti dengan kata
"mencintai" tersebut. Namun aku merasakan nyaman ketika dia
mengatakannya secara lembut di telingaku. Bang Atin mengatur posisinya.
Ujung kitangnya tepat diarahkannya ke epotku yang sudah basah. Kemudian
dia kembali mendekapku sambil kurasakan tekanan-tekanan pada epotku
oleh ujung kitangnya. Aku merasa posisinya telah tepat dan sambil
menunggu sodokannya aku merasakan kenikmatan yang sangat indah kala
itu. Aku merasa damai dengan kedua tubuh kami yang berimpit dan terasa
menyatu luar dalam. Dengan lembut Bang Atin menggesekkan tubuhnya
dengan tubuhku sementara itu bibir dan lidahnya selalu bermain
disekitar wajahku. Aku tidak lagi merasakan pedih pada epotku seperti
waktu itu, yang ada hanyalah rasa gatal dan ingin segera dimasuki oleh
Bang Atin. Bang Atin mulai menekan pantatnya menyebabkan kepala
kitangnya menekan-nekan bibir epotku.
Beberapa kali ditekan-tekannya sampai akhirnya kepala kitangnya masuk
sedikit. Kemudian dia mendiamkannya sebentar dan dicoba menekan lagi
hingga masuk sedikit demi sedikit. Dia menariknya kembali dan terus
didorongnya dan malah semakin dalam masuknya. Karena rasa gairahku yang
semakin tinggi menyebabkan rasa pedih dan perih seperti yang lalu tidak
begitu terasa, walaupun ada sedikit rasa ngilu. Beberapa kali
ditariksorongnya oleh Bang Atin menyebabkan epotku basah, sehingga
semakin lancar saja kitang Bang Atin keluar masuk. Aku merasakan nikmat
yang sangat luar biasa karena Bang Atin bukan hanya melakukan tarik
sorong saja tetapi juga melumat-lumat bibir, telinga dan leherku.
Sesekali Bang Atin menghunjamkan dalam-dalam miliknya hingga membuatku
tersentak dan tubuh kami semakin rapat dan basah oleh peluh. Bang Atin
semakin rajin menggenjot kitangnya yang sangat keras itu keluar masuk
epotku. Ketika dia menarik keluar serasa bagian dalam epotku
menjemputnya ke atas dan ketika dibenamkannya dalam-dalam terasa sisi
dalam epotku menyibak dan menimbulkan rasa nikmat yang sangat luar
biasa. Itulah yang kurasakan saat itu. Aku tidak sadar lagi bahwa
ranjang kami berderit-derit keras dan kelambu bergoyang hebat dan
kedengarannya riuh rendah suara derit, dengus nafas dan juga rintihanku
bergabung satu memenuhi kamar kecil tersebut. Bang Atin sudah tidak
peduli lagi dengan sekelilingnya, bahkan dengan keras dia menyodok
epotku hingga aku tercungapcungap kehilangan nafas.
Bunyi kecipak-kecipuk suara lendir epotku semakin menambah semangat
Bang Atin mengobarak-abrik epot mungilku ini. Aku betul-betul kelelahan
dan tekanan-tekanan dalam epotku membuatku berkelojotan dan menegang.
Aku telah sampai pada orgasme, seluruh otot-ototku meregang nikmat,
sementara itu Bang Atin semakin beringas menghajar milikku.
"Ohh, ohh, Munah, Abang sayang kamu. Enak sekali Munah. Abang tidak
ingin berhenti sayang. Kamu disini saja selamanya. Abang enak
mengobatimu," begitulah suara racau Bang Atin ketika mengobrak-abrik
milikku ini.
"Abang, ingin menembak obatnya, terima ya?," kata Bang Atin dengan nafas sesak.
Aku yang sudah letih meneguk orgasme dari tadi, terkulai lemas dan
terkapar tak berdaya. Melihat kondisiku seperti itu, Bang Atin malah
semakin mempercepat kocokannya pada epotku dan akhirnya semburan panas
itu kuterima jua. Berdenyut-denyut kitang Bang Atin menyemprotkan sisa
cairannya sampai akhirnya dia terkapar di atasku dengan suara nafas
yang sangat keras dan cepat.
"Abang sangat bahagia, sayang. Kamu begitu cantik, kamu telah memberikan Abang segalanya," bisik Bang Atin kepadaku.
Dalam diamku yang lemas, aku sempat berpikir apa memang begini
pengobatan yang harus dilakukan kepadaku. Apakah betul begini
pengobatan itu, akh sudahlah, aku sudah merasakan ada dunia lain yang
betul-betul nikmat. Dalam merenung itu aku merasakan Bang Atin mengelap
pangkal pahaku dengan selembar kain. Antara sadar dan tidak karena
letih aku terus diam dan tertidur. Aku baru terbangun ketika kurasakan
ada orang yang menaikiku, ketika kubuka mata ternyata Bang Atin sudah
berada di atasku dalam keadaan telanjang dan begitu pula aku. Rupanya
sewaktu kutidur dia bekerja membugilkanku. Dia membelai-belai rambutku
dan sesekali diciumnya pipiku. Tangannya mulai mengelus dadaku dan
berhenti pada puting itupku, kemudian memutar-mutarnya sehingga
membuatku kegelian.
"Munah, Abang masih ingin melakukannya lagi sebelum kita keluar," begitu kata Bang Atin padaku.
Seperti biasa aku hanya diam dan mengangguk saja. Aku teruskan
menikmati gesekangesekan yang diberikan Bang Atin. Tidak berapa lama
kemudian dengan mengubah posisinya, dia mengarahkan kitangnya ke lubang
epotku. Dia menekannya kemudian ditarik lagi, ditekan lagi ditarik
lagi, begitu seterusnya hingga kurasakan kepala kitangnya terjepit
bibir epotku. Agaknya dia begitu kesulitan memasukkan batangnya karena
epotku belum basah. Dengan gigih terus disodok-sodok dan dicabut-cabut
serta tekan tusuk ke lubang epotku, hingga kurasakan sedikit demi
sedikit benda itu menyeruak memasuki epotku. Setelah separuh masuk dia
berhenti dan mengatur nafas.
"Oh, sempit sekali punyamu Munah. Tidak seperti tadi," katanya.
"Abang berkeringat dibuatnya," sambungnya lagi.
Kemudian dia meneruskan usahanya menekan kitangnya hingga kurasakan
kandas. Aku merasakan panas sekali seakan terbakar epotku dibuatnya.
Dimulainya tusuk tekan pada epotku. Seiring gerakan tusuk tarik itu
begitu pula kurasakan perih dan panas bibir-bibir epotku. Dia tetap
terus dengan sodokan-sodokannya dan bahkan tidak peduli dengan rintihan
kesakitan yang kurasakan. Semakin lama dia melakukan gerakan-gerakan
itu semakin berkurang rasa perih karena epotku sudah mulai basah. Bang
Atin malah semakin beringas. Bunyi derit ranjang dan lenguhannya
menjadi satu. Aku pun sudah mulai menikmati. Dengan cepat diaduknya
lubang epotku seakan hancur.
"Oh, oh, Munah, Abang akan hantam punyamu. Rasakan! Abang akan lantak sampai pagi. Ohh, nikmatnya," racau Bang Atin saat itu.
Kemudian dengan gerakan yang tidak teratur dan beringas, dia
menyudahi pekerjaannya dengan menyemprotkan cairan-cairan itu ke
epotku. Seperti sebelumnya kurasakan denyut-denyut kitangnya menyudahi
pengobatan ini. Sebentar kemudian dia sudah terkapar dengan nafas
memburu di sampingku. Dia mengecup keningku dan terus mengelap pahaku.
Bang Atin bangkit dan memakai sarung serta singletnya kemudian terus ke
pintu dan membukanya. Aku terkejut begitu melihat cahaya pagi sudah
memasuki rumah itu. Berarti semalaman aku telah diobati oleh Bang Atin
dengan penuh pengalaman yang menarik bagiku. Aku membereskan diri dan
memakai sarung serta handuk dan berniat untuk terus ke kamar mandi.
Ketika berjalan keluar, kulihat Kak Antan sedang duduk-duduk di luar
rumah. Aku teruskan ke kamar mandi dan sesampainya di kamar mandi
tersebut langsung kubuka handuk dan sarung dan terus mengambil air. Aku
tidak sadar bahwa Bang Atin juga di situ memperhatikanku. Aku terkejut
ketika mengetahuinya, namun Bang Atin begitu cepat memelukku dan
menciumi pipiku.
"Abang sangat bahagia, Munah. Maukah kau tetap tinggal di sini?," tanyanya padaku sambil berbisik di telingaku.
"Ehm, ooh, aku tak tahu, Bang. Terserah sama Kakak Antan," jawabku.
"Baiklah," balasnya.
Selanjutnya dia meninggalkan kamar mandi dan aku terus membersihkan diri serta mandi sepuas-puasnya.